LensaBumi.com – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menduga, lumpuhnya Pusat Data Nasional (PDN) sejak Kamis (20/6/2024) merupakan serangan balik dari para pelaku kejahatan atau ‘criminals fight back’.
Tidak hanya berdampak pada semua layanan publik yang terhubung dengan PDN, tapi juga mengancam keamanan data pribadi masyarakat.
Menurutnya, hal itu berkaitan dengan upaya pemerintah dan aparat penegak hukum yang akhir-akhir ini semakin gencar memberantas pornografi dan judi online.
“Melihat perkembangan situasi akhir-akhir ini, kelumpuhan pada Pusat Data Nasional atau PDN diduga disebabkan oleh serangan siber sebagai bentuk perlawanan balik para pelaku kejahatan atau criminals fight back di tengah upaya pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberantas pornografi dan judi online secara besar-besaran,” kata R Haidar Alwi, Sabtu (22/6/2024).
Ia menjelaskan, pertama, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hingga saat ini telah memblokir setidaknya 2,1 juta situs judi online. Bahkan, Kementerian Kominfo juga berencana akan menutup Telegram imbas maraknya konten judi online. Sementara X Twitter diancam akan diblokir karena masifnya penyebaran konten pornografi.
Kedua, lanjut R Haidar Alwi, selama periode 23 April sampai 17 Juni 2024, Polri telah membongkar 318 kasus judi online dengan 464 Tersangka dan ada sekira 4.000 sampai 5.000 rekening terkait judi online yang diblokir. Bayangkan saja, imbuhnya, jika 3 situs judi online saja perputaran uang mencapai Rp1 triliun, betapa besarnya kalau 2,1 juta situs yang telah ditutup.
“Judi online bukan bisnis kecil. Beroperasi terorganisir lintas negara. Perputaran uangnya di Indonesia saja mencapai ratusan triliun Rupiah. Para mafia atau geng yang berada di belakangnya, seperti geng mafia Mekong Raya yang diungkap Polri, tentunya tidak akan tinggal diam ketika bisnisnya diganggu. Pasti ada perlawanan balik,” jelas R Haidar Alwi.
Oleh karena itu, R Haidar Alwi mengingatkan pemerintah khususnya otoritas terkait untuk mewaspadai serangan balik para pelaku kejahatan atau ‘criminals fight back’. Sebab, tantangan di masa depan bukan lagi soal perang fisik, melainkan juga perang siber seiring dengan kemajuan teknologi.
“Mau tidak mau, upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan keamanan data nasional. Satu di antaranya adalah dengan menaikkan anggaran Kementerian Kominfo, bukan malah dipotong hampir 50 persen. Anggaran Polri juga sebaiknya dinaikkan agar pemberantasan tindak kejahatan siber semakin optimal,” pungkas R Haidar Alwi.