Lensabumi.com – Selama ratusan tahun, masyarakat telah mengonsumsi tanaman kratom dengan berbagai cara. Petani dan buruh sering mengunyah daun kratom segar sebagai stimulan untuk mengatasi kelelahan dan meningkatkan produktivitas kerja. Thailand memiliki keunikan tersendiri dalam menggunakan kratom, yakni disajikan sebagai makanan ringan untuk menerima tamu. Kratom juga digunakan sebagai sarana ritual dalam pemujaan leluhur dan dewa. Oleh karena itu, masyarakat Thailand menyebut kratom sebagai daun dewa. Masyarakat Kalimantan khususnya Kalimantan Barat, mengonsumsi seduhan daun kratom dalam bentuk jamu atau teh herbal. Berbeda dengan masyarakat di Malaysia yang mengonsumsi daun kratom sebagai jus dengan cara mengkombinasikan dengan minuman manis (Firmansyah et al., 2021).
Kratom dikenal dengan julukan “Daun Surga Asal Kalimantan”. Masyarakat Kalimantan menganugerahi julukan tersebut karena khasiat yang dimiliki daun kratom sebagai pengobatan tradisonal. Daun kratom dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh, menambah energi, mengatasi depresi, menambah nafsu makan, dan stimulan seksual (Wahyono et al., 2015). Daun kratom juga dipercaya sebagai obat alami untuk mengobati diare, rematik, asam urat, batuk, demam, cacingan, malaria, diabetes, hipertensi, disentri, cephalgia, stroke, kolestrol, dan menyembuhkan luka (Veltri dan Grundmann, 2019).
Daun kratom merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang masuk dalam klasifikasi tanaman rubiacea atau kopi-kopian. Adapun, kratom banyak tumbuh di Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Papua Nugini. Indonesia disebut merupakan pengekspor utama kratom ke AS sebagai negara yang melegalkan kratom di 43 negara bagian. Sementara, Denmar, Latvia, Lithuania, Polandia, Rumania, Swedia, Irlandia melarang penggunaan kratom.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Daerah Penghasil Daun Kratom Daun Kratom banyak tumbuh di Kalimantan Barat yang menyebar ke Pontianak, Ngabang, Kubu Raya, Kapuas Hulu, dan Ketapang. Bahkan, nyaris 80% wilayah Kalbar atau skeitar 42.201 hektare merupakan lahan subur untuk tanaman kratom.
Daun kratom mengandung lebih dari 40 jenis senyawa alkaloid yang baik bagi tubuh, antara lain Mitragynine, 7-hydroxymitragynine, Speciociliatine, Corynantheidine, Speciogynine, Paynantheine, dan Mitraphylline. Potensi zat Mitragynine dalam kratom dapat digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan Metadon dalam program terapi bagi penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA). Hasil penelitian Meireles et al. (2019) menemukan bahwa ekstrak dan hasil fraksinasi Mitragynine speciosa, yaitu zat Mitragynine yang memiliki kemampuan sebagai analgesik opioid, seperti fungsi Metadon. Mitragynine memiliki karakteristik lebih baik jika dibandingkan dengan Metadon untuk terapi, karena terikat pada reseptor Mu-Opioid secara lebih stabil, sehingga dapat memberikan efek lebih lama dan memiliki toksisitas yang lebih rendah dibandingkan Metadon.
Setelah riset dari BRIN rampung pada Agustus 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan kepastian pengaturan tata kelola perdagangan ekspor kratom yang selama ini belum optimal lantaran dianggap memiliki efek mirip narkoba masuk dalam kategori tanaman narkotika. Jokowi akan mengarahkan Kementerian Perdagangan untuk mengatur tata niaga dan standardisasi kualitas produk untuk menggenjot ekspor kratom. Untuk itu, Jokowi meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meneliti lebih lanjut terkait dengan seluk beluk daun Kratom, termasuk kandungan zat berbahanya.
Dari laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) 2019, daun Kratom (mitragyna speciosa) memiliki kandungan alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine. Kratom dapat digunakan untuk obat pereda rasa sakit atau analgesik. Hasil identifikasi Puslab Narkoba BNN, kratom memiliki efek stimulan dan pada dosis tinggi dapat memberikan efek sedative-narkotika, serupa kokain dan morfin. UNODC memasukkan kratom sebagai salah satu jenis New Psychoactive Substances (NPS) sejak 2013. Lebih dari 100 tahun kratom dikenal memiliki sifat psikoaktif dengan efek seperti opioid untuk mengobati kecanduan opium dan mengurangi withdrawal symptoms. Kratom juga disebut menimbulkan halusinasi dan euphoria.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, kinerja ekspor produk kratom Indonesia mengalami tren pertumbuhan sebesar 15,92% pada periode 2019-2022. Bahkan, pada Januari-Mei 2023 nilai ekspor kratom melesat 52,04% senilai US$7,33 juta.
Secara volume, ekspor kratom tumbuh signifikan pada 2022 sebesar 87,90% menjadi 8.210 ton. Sedangkan, periode Januari-Mei 2023 tumbuh 51,49% sebanyak 3.410 ton dari periode yang sama tahun sebelumnya 2.250 ton.
Adapun, negara tujuan utama ekspor kratom periode Januari-Mei 2023 yaitu Amerika Serikat dengan porsi 66,30% senilai US$4,86 juta, disusul Jerman dengan pangsa pasar 8,27% sebesar US$0,61 juta, lalu India dengan porsi sebesar 6% senilai US$0,44 juta.(*)