Tangerang – Lensabumi.com
Suasana malam Jumat Kliwon di Kutabumi, Pasar Kemis, Tangerang, terasa berbeda. Denting gamelan berpadu dengan tembang sinden menggema di udara, mengiringi alunan kisah wayang kulit yang penuh makna. Di halaman Sanggar Putro Satrio Pambuko Jagad, masyarakat tumpah ruah menyaksikan pagelaran budaya yang telah menjadi bagian dari napas kehidupan mereka.
Pada Kamis malam (9/10/2025), Sanggar Putro Satrio Pambuko Jagad kembali menggelar wayangan dalam rangka peringatan wiyosan (hari kelahiran). Lakon yang diangkat kali ini, “Tumuruning Wedho Jitabsoro”, dibawakan oleh Ki Dalang Karsono Kokrosono, menghadirkan cerita yang sarat nilai-nilai luhur, kearifan lokal, dan filosofi kehidupan Jawa.
Alunan karawitan mengiringi setiap adegan, menciptakan harmoni antara kesakralan dan kemeriahan. Penonton dari berbagai kalangan tampak larut dalam kisah dan irama, menikmati setiap simbol dan pesan moral yang tersirat di balik tokoh-tokoh pewayangan.

Menurut Mbah Ronggo Warsito, sesepuh Sanggar Putro Satrio Pambuko Jagad, kegiatan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga bentuk pengabdian untuk melestarikan budaya tradisional Indonesia.
“Kami ingin menjaga warisan leluhur agar tidak punah, sekaligus mempererat silaturahmi antarwarga melalui budaya,” ujarnya.
Sanggar Putro Satrio Pambuko Jagad selama ini dikenal sebagai salah satu komunitas seni yang konsisten menghidupkan tradisi wayang kulit di wilayah Tangerang. Melalui berbagai kegiatan budaya, sanggar ini berkomitmen menanamkan kecintaan terhadap kesenian tradisional di kalangan generasi muda.
Pagelaran malam itu menjadi bukti nyata bahwa di tengah derasnya arus modernisasi, wayang kulit masih hidup — bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga sebagai tuntunan.
“Dengan semangat gotong royong dan cinta budaya, kami berharap tradisi ini terus lestari dan dicintai masyarakat,” pungkas Mbah Ronggo.








